Juni 30, 2010

Der panzer

Pada bulan Juni 2010 ini, diselenggarakanlah acara berkala 4 tahun sekali, berskala internasional, yang menyatukan manusia dari berbagai belahan dunia dalam satu lapangan besar berumput, yang disebut World Cup.
Pada World Cup kali ini, Afrika Selatan (Negara ke-dua yang paling ingin saya kunjungi saat berbulan madu nanti, setelah Mesir) mendapat kehormatan sebagai tuan rumah dengan Shakira sebagai penyanyi officialnya dan "Waka waka" sebagai lagu utamanya.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, pada World Cup kali ini saya hanya memilih Jerman sebagai tim jagoan. Mengapa saya bisa begitu menetapkan hati pada tim ini? Baik, beginilah ceritanya.

Pada World Cup 2002, saya masih duduk di kelas 1 SMP. Saat itu saya hanyalah gadis cilik berkulit gelap, polos, dan penurut. Saya tidak mengetahui apapun mengenai sepak bola, hingga suatu hari saya mencoba menonton suatu pertandingan hanya untuk bisa ikutan ngobrol dengan teman tentang piala dunia ini.
Pertandingan yang kebetulan sedang diadakan saat itu adalah antara Jerman vs Negara antah barantah. Di situlah saya jatuh cinta pada pandangan pertama pada seorang penjaga gawang berbadan besar, bermuka galak, dan pirang, yang menjaga gawangnya hingga terbang-terbang dan luka-luka. Ya dialah Oliver Kahn, yang dijuluki Gengis Kahn karena mukanya yang bengis ata Titan karena ketangguhannya (dalam menangkap bola) seperti suku Titan.



Saya tau memang bentuknya tidaklah seperti yang kebanyakan wanita idamkan. Namun entah mengapa, sejak melihat dia garang saat pertandingan tersebut, saya langsung menjadi penggemar fanatiknya dan mengubah konsep saya dalam mencari lelaki yaitu: bermuka garang dan bermain bola.

Berikut adalah kegilaan saya pada Oliver Kahn:

  1. Saya membeli semua majalah dan koran bola yang mengandung foto Kahn dan mengguntingnya untuk dijadikan kliping pribadi (seperti tante-tante maniak). Dan masih saya simpan hingga saat ini.
  2. Saat tugas Bahasa Indonesia, saya menulis karangan tentang Oliver Kahn yang akhirnya dipajang di dinding kelas. (Saya lupa kenapa bisa dipajang di dinding kelas ya?)
  3. Saya menangis saat gawang Kahn dibobol oleh Ronaldo saat pertanding final Piala Dunia 2002 itu. Itulah alasan saya membenci tim samba sampai saat ini.
  4. Saat Bundes Liga, saya tetap begadang untuk menonton pertandingan Bayern Muenchen vs apapun. Terkadang saya pun mengajak sodara saya, Bintang, untuk menemani saya menonton pertandingan padahal saya tahu dia tidak tertarik sama sekali. I love you Bin :)
  5. Pada tahun 2008, ketika saya mendengar kabar Bayern Muenchen akan datang ke Indonesia untuk melakukan pertandingan persahabatan sekaligus farewell match untuk Kahn, saya langsung membeli tiketnya dan mengajak pacar serta teman-teman lainnya untuk menonton langsung di Senayan. Dan entah kenapa, pacar saya saat itu, Rifki Nendro, secara kebetulan masih menyimpan kaos bola Bayern Muenchen yang dibeli ketika dia masih SD dan tinggal di Bulgaria, yang langsung saya pinjam dan menjadi hak milik hingga sekarang. Sungguh kebetulan yang mengerikan.

Dan saat pertandingan dimulai ketika Kahn masuk ke lapangan, semua orang berteriak dan saya menangis. Demi Tuhan, saya menangis. Yah, saya norak tapi mau apalagi. Bayangkan, pemain sepak bola idola yang sangat anda agungkan selama 6 tahun ini ada di depan mata anda dan menghirup udara yang sama.
Masalahnya ini bukan artis atau band yang mempunyai jadwal tur promosi album keliling dunia, masalahnya ini pemain bola! Yang sesunguhnya hanya memiliki kemungkinan 0,1% datang ke negara ini. Dan Tuhan memberikan 0,1 % itu kepada saya. Bagaimana saya tidak menangis.

Dan sekarang, Oliver Kahn telah pensiun. Digantikan oleh pemain muda yang berdatangan. World Cup terus berjalan dan saya tidak tertarik pada tim negara manapun. Dan akhirnya saya tetap memilih Jerman karena saya tetap mencintai Kahn.

Maka itu, saya memutuskan untuk menyaksikan pertandingan Jerman di babak penyisihan pertama melawan Australia. Dan pada pertandingan tersebut, saya merasa kesal pada pemain bernomor punggung 8 yang selalu melakukan offside berkali-kali tanpa malu-malu (benar-benar lari jauh banget mendului back lawan), bertindak urakan, dan melakukan diving gila-gilaan hingga akhirnya mendapat kartu kuning dari wasit. Namun entah mengapa, ketika saya melihat wajah pemain tersebut, entah bagaimana, saya langsung jatuh cinta.

Ya, dialah Mesut Ozil, si muka nyamuk yang dijuluki Maradona baru. Yah mungkin inilah yang disebut jatuh cinta pada kartu kuning pertama.

Jadi begitulah. Itulah mengapa saya kembali mati-matian membela Jerman pada World Cup ini.
Dan saya benar-benar berharap Jerman bisa mengalahkan Argentina di perdelapan nanti agar tetap bisa melanjutkan ke semifinal. Ya Tuhan, wujudkanlah doa saya. Amin.
GO JERMAN GO JERMAN GO!!!

Juni 27, 2010

Pagi yang Cerah dan Senyum Di Bibir Merah

It's 6 in the morning (sok-sokan pake bahasa inggris, gak pantes!) dan gue belom menutup mata juga.
Nggak, gue gak mau bilang kalo gue insomnia. Karena gue memang tidak mengidap penyakit itu. Dan karena gue termasuk orang yang gampang tidur. Sangat gampang malah. Kalo kata Parjo, "Dewi udah rebahan, bentar lagi juga tidur." Dan benar! Gue beneran tidur pulas sampe nganga-nganga di lantai penuh abu rokok di koridor gedung P Desain Trisakti.

Jadi kenapa gue belom tidur sampe sekarang?
Yah, karena ada hal menarik yang gue lakukan. Lebih menarik daripada tidur rupanya.
Apakah itu? Yah......... Membaca blog orang-orang yang gue kenal.

Jadi, gue membaca blog-blog orang yang gue kenal ini murni karena gue tertarik. Lucu-lucu dan menarik rupanya. Dan dari semua itu, gue mendapat satu kesimpulan.

Semua orang pada dasarnya menarik. Sekarang tergantung bagaimana cara kita menjelaskan betapa menariknya diri kita.
Well, sekian untuk pagi ini. Good morning everyone and good night my red room. See you!

Juni 10, 2010

Three Musketeers

Ini adalah kisah tentang tiga anak manusia yang menghabiskan masa muda di sekolah (yang katanya) unggulan se-DKI Jakarta. Sekolah berpagar tinggi yang menyerupai blackhole, dimana ketika sudah masuk ke dalamnya jangan harap bisa keluar lagi dengan mudah.

Tiga anak manusia ini bernama (diurutkan menurut absen): Amanda Jana, Annisa Suci, dan Dewi Ria . Bertemu di kelas XI IPA A dan entah bagaimana langsung memutuskan meja kiri belakang dari kelas sebagai daerah jajahan mereka.

Mereka sudah lupa kapan dan kemana pertama kali mereka melakukan yang disebut "Jalan Bareng". Mereka juga pasti sudah lupa bagaimana caranya "Jalan Bareng" yang pertama itu bisa menghasilkan "Jalan Bareng" lainnya.
Mungkin yang mereka ingat hanyalah "Jalan Bareng" itu tidak pernah terasa membosankan. Dan mungkin juga yang mereka ingat hanyalah "Jalan Bareng" itu bukanlah sekedar jalan bareng.

Perilaku Amanda Annisa dan Dewi ini sangat melegenda di sekolah.
Mungkin karena mereka punya visi dan misi sama dalam menciptakan suasana sekolah yang enerjik dan berbahaya. Atau mungkin karena cara yang mereka ambil terlalu ekstrem. Kita tidak pernah tau.
Yang pasti mereka melakukan semua itu dengan hati ringan tanpa rasa takut sedikitpun. Mereka senang dan itu berharga.

Suatu hari, ketika Amanda Annisa dan Dewi sedang patroli (keliling sekolah dengan 1 tujuan: tidak masuk kelas), seorang wakil kepala sekolah bernama Pak Roni memergoki mereka. Beliau sepertinya sudah menyerah melihat kelakuan mereka bertiga hingga akhirnya beliau pasrah tidak bisa marah lagi dan hanya berkata, "Kalian ini kayak Three Musketeers ya!"
Saat itu Annisa dan Dewi tidak tahu apa arti dari kata musketeers (hingga Manda memberitahu bahwa itu artinya musang), namun mereka bertiga langsung tertawa dan menjawab "Iya dong, Pak!!".

Sejak itulah mereka menyebut diri mereka sendiri Three Musketeers.

Ya, secepat itulah kejadian tersebut, namun bisa selama inilah mereka mempertahankannya.

Empat tahun mereka berteman, dua puluh tahun terasa mereka saling mengenal.
Sudah banyak peristiwa yang mereka hadapi. Terlalu banyak cerita yang mereka miliki. Teramat banyak janji yang harus mereka tepati.

Jarak rumah, pisah kelas, Grogol - Depok bukan penghalang.
Apapun terjadi, mereka tetap bersama.

Semoga Melbourne - Jakarta juga tidak masalah.

- Love, Dewi Ria